BAB 26
Tadi itu mimpi
atau benar-benar terjadi ya?
Terserah deh,
yang penting aku sudah bisa keluar dari tempat aneh atau mimpi burukku tadi.
Aku masih memeluk Webe dan belum melepaskannya.
“Sonia, Sonia.
Apa perlu kupanggilkan dokternya? Sonia, kamu tidak apa-apa?”
“Aku akan ikut
kamu ke Australia, Webe.”
“Iya, tapi
makan dulu. Ok, ceritakan sesuatu padaku,” Webe duduk di depanku dan siap
mendengar ceritaku.
“Aku tidak
takut lagi sama Edward. Besok aku akan mengikuti ujian susulan agar aku bisa
ikut denganmu.”
“Ya, Sonia.
Sekarang istirahatlah,” kata Webe memegang keningku untuk memastikan aku
baik-baik saja.
Aku melihat
layar laptopku masih terpampang kronologi EDWARD WILLIAM WHITE. Jika aku
mengamati yang ditulisnya, banyak statusnya yang diambil dari buku David.
Mungkin dia sengaja mengingatkanku.
Aku kembali
diingatkan dengan pembicaraan dalam mimpi bersama Edward. Buku itu masih
tergeletak di atas meja. Semua berawal dari buku aneh itu dan harus kututup
semua halamannya.
“Sonia,”
panggil mama dari bawah dan aku segera turun menemuinya. Ternyata kucing
pemberian Webe buang kotoran di karpet. “Biar mama yang bersihkan. Kamu temuin
dulu saja temanmu yang dari tadi nunggu di luar.”
“Siapa, Ma?
Webe sudah pulang kan?”
“Bukan Webe.
Cewek kok.”
Cewe?
Mia kali ya.
Aku beranjak
keluar untuk menemuinya.
Aira?
Bagaimana dia
tahu rumahku?
“Sonia. Sudah
lebih baik?” tanya Aira membawakanku kue cake.
“Kamu ke mari
sama siapa?” tanyaku.
“Nick,” jawab
Aira membuatku tersentak saat itu juga.
“Nick? Ga salah
dengar?”
“Iya. Seperti
yang kau katakan waktu itu, Sonia. Aku tidak harus membelenggu hidupku dalam
kenangan. Akhirnya aku bertemu Nick. Hanya namanya doang kok yang sama.
Orangnya beda lah. Itu dia orangnya,” kata Aira menunjuk orang yang masih
berdiri di atas motornya sambil melipat-lipat kertas.
Aira memanggil
temannya dan dia mendekat memberikan origami yang menurutku bukan mirip burung,
tapi mirip kodok. Ya Tuhan, apa ini bagian dari system yang sedang ditulis oleh
Edward William White untuk kisah Aira yang ini. Lipatan itu sama persis dengan
origami kodok yang pernah diberikan Nick padaku saat di Kemsas. Ini sangat
tidak bagus.
“Itu origami
kodok….,” kataku belum selesai menunjuk origami yang dilipat Nick temannya
Aira.
“Baru belajar
dari Aira, tapi dari tadi jadinya kaya gini terus,” jawab dia.
“Hahaha,
kuncinya harus sabar Nick,” jawab Aira sepertinya mereka sangat bahagia.
Maafkan aku, Aira. Aku tidak berhak
mencampuri urusanmu. Aku hanya berharap jika suatu hari nanti Nick dan kamu
berpisah sekali lagi dalam versi yang berbeda jawaban itu mungkin untuk dirimu
sendiri. Kuncinya harus sabar, Aira.
Keesokan
harinya aku mulai masuk ke sekolah untuk pertama kalinya. Serasa aneh rasanya
menjadi siswa baru lagi. Aku tidak yakin jika aku bisa lulus dalam ujian
susulan sekolah karena aku sudah lama tidak belajar. Mungkin satu-satunya yang
kusyukuri adalah dukungan dari teman-temanku yang tidak menyinggung penyakitku.
Mungkin juga mereka hanya pura-pura diam karena takut sama Webe, dan di
belakangku menggosipkanku. Terserah saja. Setiap orang memiliki jalur ceritanya
masing-masing.
Entah apa
rencana Edward selanjutnya untuk membuat cerita Aira yang baru. Sebenarnya aku
tidak tega. Tapi aku tidak punya kuasa mencegahnya.
“Bagaimana
tesnya tadi?” tanya Webe memberikan tisu untuk membersihkan bibirku yang
belepot meses setelah makan donat.
Dia baik
banget. Mungkin benar kata Edward, aku tidak perlu pusing-pusing memikirkan
dunia ini akan akan menjadi seperti apa. Sudah ada yang maha mengetahui menulis
semuanya dengan takaran yang tepat. Yang perlu kulakukan sekarang hanyalah menjalani
hidupku apa adanya. Sudah ada Webe di sampingku, apa lagi yang kuinginkan.
Entah mengapa,
aku ingin sekali membuat cerita tentang Aira. Kisahnya yang tak pernah berakhir
manis dengan pasangannya itu sangat menarik perhatianku. Mungkin jika ada yang
membacanya, mereka akan mengira itu adalah kisah omong kosong terbesar yang
pernah ada. Terserah.
Pengumuman
tentang kelulusan ujian sekolahku tidak begitu mengejutkanku walau aku
mengerjakannya asal-asalan. Ya. Webe berada di belakang semua ini tentunya.
Sejak terakhir
bertemu Edward di dunia maya yang nyata –hedeh apa kata yang tepat coba- aku
tidak lagi melihat statusnya. Dia juga sudah jarang kirim koment ke
teman-temanku.
Mungkin dia
sudah menemukan file lagi yang tidak terhubung denganku kali ya. Sedikit lebih
tenang jika aku tidak berhubungan dengannya. Itu artinya, Skizoferniaku akan
sedikit berkurang dan aku bisa fokus menjalani hidup baruku. Tentunya bersama
Webe.
Mama dan papa
sedikit lega melihat perkembangan psikologisku yang mulai membaik. Membaik
apanya, terkadang saat aku ingin kembali berselancar ke jejaring sosial
perasaan traumatic itu kembali hadir. Dan perasaan takut tak beralasan yang
sering hadir saat melihat beberapa oarng dengan nama Nick atau orang yang
wajahnya mirip dia sering membuatku malas keluar rumah saat Webe mengajakku
makan di luar. Aku selalu menyembunyikan semuanya. Semua karakter dalam cerita
Aira tidak pernah bisa hilang dari ingatanku. Mereka bisa hadir dalam semua
kesempatan yang ada di dalam kehidupanku. Entahlah, aku bisa bertahan sampai
kapan.
“Sonia,”
tiba-tiba saja seorang berjaket coklat sudah menyentuh pundakku dari belakang.
EDWAR WILLIAM
WHITE?
Dia tersenyum
membuatku terperanjat.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar