Selasa, 28 Agustus 2012

SONIA SWAB BAB 4: TIMUR


BAB 4


Semoga saja hari ini di sekolah tidak bertemu dengan Nickolodeon itu. Perasaanku mengatakan jika bertemu dia, aku pasti akan sial. Seperti dugaanku, Mia sudah bisa cengar cengir seperti sudah lupa masalah telpon tadi malam lusa.

“Eh Sonia, sini duduk deket gue,” kata Mia.
Ga salah denger ni telingaku?
“Kamu baik-baik saja?” tanyaku penuh curiga.
“Ih, Lu. Emang gue keliatan cacingan gitu? Sudah sini, aku mau kasih kabar gembira buat lu.”
“Kabar gembira apaan?”
“Gue udah ikhlasin Nick buat lu, hehehe senengkan lu.”
“Masih kurang paham.”
“Jiah… lola banget otak lu. Gini, gue sudah ketemu orang yang tepat buat gue. Gini critanya. Kemarin tuh kan gue ke rumah Zhoey, emang niat sih pengen kenalan sama temennya. Kirain sih dianya dah mau pulang ke Samarinda eh belum. Dan kabar gembiranya nih katanya dia mau pindah di sini juga. Jadi Nicknya buat lu juga ga papa deh. Ok nanti kukenalin.”

Tidak salah lagi diabnosaku jika Mia itu positip setreeeess. Kemarin dia bilang jika Nick itu cinta pertamanya dan sekarang setelah dapat ganti mudah banget kasihin ke aku, apa ga salah?

Sebenarnya aku juga penasaran dengan cowok yang dimaksudkannya, tapi berhubung hari ini aku ada tugas ngurusin mading, jadi kutinggal saja dia sendiri. Di dekat ruang OSIS kulihat Nick berdiri memandangiku sampai aku masuk ruang Jurnalistik. Aku tahu jika dia meyakini sesuatu, dia akan terus meyakininya. Wajahnya itu selalu membuatku degdegan tidak menentu.

Tanpa kusadari, bukannya aku membuat daftar mading dari kertas yang sudah tersedia, eh malah aku melipat banyak sekali origami burung kertas. Nazria memandangiku heran dan aku merasa risih sendiri karenanya.

“Ada yang salah?” tanyaku kesel dia melihatku seperti itu terus menerus.
“Lipat origami buat apa?”
“Siapa juga yang buat Origami.”
“Son, jika kamu memang ga enak badan tuh lebih baik ijin dulu ga usah masuk. Akhir-akhir ini kuperhatikan kamu tidak pernah fokus ya? Ada masalah apa? Mungkin aku bisa bantu jika kamu pengen cerita.”

Aku baru menyadari jika aku sudah menghabiskan beberapa kertas yang harusnya kugunakan sabagai bahan mading malah kulipat-lipat jadi origami. Sepertinya aku memang harus jujur jika aku memang masih merindukannya. Tapi aku tidak ingin disakiti untuk kedua kalinya oleh orang yang sama. Ga salah kan?

Akhirnya aku menceritakan semua yang pernah kualami di Kemsas yang selama ini kurahasiakan pada Nazria. Termasuk tentang Nick. Kulihat dia sudah mulai mengerti permasalahanku sejak kehadiran Nick di sekolah ini walau tidak satu kelas denganku. Intinya sih, dia itu sumber semua rasa galau yang selama ini kurasakan.

“Oh, jadi itu ya permasalahannya,” kata Nazria sok wise.
“Coba kalau kamu di posisiku apa yang kamu rasakan? Jujur saja dia memang cinta pertamaku, Ri. Salah ya?”
“Kita itu kan dah gede, Son. Ya engga lah. Semua juga pasti akan mengalami yang sama sepertimu. Toh nanti kamu juga akan terbiasa dengan kehadirannya.”
“Masalahnya tuh jika ada dia aku pasti sial, Ri. Sulit sekali lupakan semua yang pernah dilakukannya. Bisa-bisanya aku dijadikan objek mainannya. Intinya aku benci sekali dengannya.”
“Kamu bukannya benci, Son. Tapi sebenarnya kamu itu kangen dia hanya malu mengakuinya hingga kamu sedemian galau seperti ini. Sudah deh, coba easy going dan biarkan dia. Iya kalau dia ngerti kamu galauin, kalau ga?”

Beneran sok wise deh ni anak. Dia sendiri masih jomblo bisa nasehatin aku kaya gitu. Ih jadi tambah galau saya. Aku mutusin keluar sebentar. Di sini juga aku tak bisa konsentrasi bantu bikin mading, so cari udara segar saja deh.

TITUT… TITUT

Ngapain juga Mia SMS? Apa dia mau pamerin temen barunya itu kali ya?


From Mia:

Ke Kantin Dong. Gue mau kenalin temen gue nih. Ok… C.U


Mudah sekali menebak jalan hidupnya. Jika dipikir-pikir banyak sekali new comer di sekolah ini. apa kerennya coba? Apa bener dia lebih keren dari Nick hingga dengan mudah lepasin Nick begitu saja dan buang ke tempat sampah. Ralat: jika aku bilang tempat sampah, berarti aku dong tempat sampahnya?

Mana? Mana? Makhluk yang bernama Mia dan temen barunya itu. Kantin saja hanya beberapa orang dan tidak kulihat Mia.

“Surprise….!” Seru Mia mengagetkanku dari belakang.

Childist banget ni anak. Kaget tahu.

“Kaget tau!” kataku sambil memukul kecil dirinya.
“Haha… sok dramatis lu. Eh duduk sini dulu, dianya baru ke toilet.”
“Sapa lagi sih mangsamu? Beneran sudah lupa sama Nick?”
“Cielah, segitu kawatirnya sih. Ikhlas gue, ikhlas. Dah Nick buat lu deh.”

Tak lama setelah Mia cuap-cuap muji-muji temen barunya itu, datang seorang cowok yang haram kayanya kalau aku tidak bilang, “Oh My God.” Catatan loh. Bukan karena dia gantengnya selangit, atau karena dia itu anggota boyband. Tapi bukannya dia itu cowok yang kutemuin di toko buku yang nawarin aku sebuah buku dan ngaku temennya Nick. Haduh bisa salah sangka lagi ni Zombie di depanku.

“Eh, kedip Son Kedip. Segitu amat liatin dia. Keren ga?” kata Mia bangga.
“Timur?” spontan aku menyebut namanya.
“Ha? Jangan bilang lu kenal dia ya?”
“Enggak kenal, hanya penah ketemu dia sih.”
“Jangan bercandalah, Son. Gue kan sudah ikhlasin Nick buat lu, masa dia juga mau lu ambil juga.”
“Positip thinking ngapa. Siapa juga yang mau ambil dia. Aku kan hanya bilang pernah ketemu dia sekali bukan mau ambil dia.”
“Perasaanku tuh mengatakan jika lu pernah ketemu seseorang lebih dulu dari gue, itu tandanya lu mau rebut dia juga. Huaaa.”

Tutup mulut saja deh. Jelasin apapun juga tidak akan didengar olehnya. Tapi ngapain juga dia pindah ke sekolah ini? Apa mungki ada hubungannya dengan Nick atau denganku? Wah bisa renggang lagi nih hubunganku dengan Mia.

“Hai, semua. Sonia? Kamu juga sekolah di sini? Mana Nick?” sapa Timur membawakan softdrink untuk Mia.

Jiah… basi banget salamnya. Aku semakin penasaran dengan maksud dan tujuan utama dia pindah ke sekolah ini. Tanya Nick? Emang apa hubunganku dengan Nick?

“Ga usah basa basi lagi, jelasin tujuanmu ke sini mau apa sebelum semua kesalahpahaman ini menjadi tsunami?”
“Maksud kamu?” tanya dia dengan wajah bingung.
“Timur, jadi bener ya kamu kenal dia?” tanya Mia dengan wajah animenya siap ngucurin airmata drama.
“Ya, kenal sih tadi saat di toko buku. Ada apa emangnya?”
“Tuh bener kan dia kenal kamu, Son.”

Aduh mau ngomong apa lagi nih. Kenapa juga kecebong ini malah acting sok akrab banget. Padahal kan dia hanya nyapa aku di toko buku, bukannya kenal. Kenal bagaimana, la dia hanya nawarin buku dan minta tolong padaku untuk memberi kesempatan Nick tanpa aku tahu maksudnya apa. Rumit sekali hidupku.

“Eit, jangan asal ngomong ya. Mia, boleh aku bicara empat mata dengan dia? Aku hanya ingin lurusin satu hal sebelum nantinya kamu salah paham lagi padaku.”
“Terserah lu,” kata Mia sewot plus jeles.

Kecebong ungu ini memang perlu dikasih pelajaran. Dia pasti punya motif tertentu padaku dan juga Nick. Jika dia mau comblangin aku dengan Nick, seharusnya tidak melalui Mia dong.

“Katakan semuanya, cepat!” kataku to the point tanpa iklan.
“Katakan apa?”
“Apa maksudmu tadi minta tolong aku untuk memberi Nick kesempatan? Denger ya, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Nick. Jadi jangan sok hero deh.”
“Nick sudah kehilangan orang yang paling disayanginya, Son. Aku tidak tega jika dia menyesal untuk kedua kalinya.”
“Terus apa hubungannya denganku? Kutekankan lagi ya, aku bukan ceweknya dan tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Jadi sa bodoh lah dia mau nyesel atau engga.”
“Sebegitu bencinya ya, kamu sama dia?”
“Ih, kuping itu buat denger tahu. Jelas ga sih?” bikin gregetan saja ngomong sama dia.
“Aku lebih tahu apa yang dirasakan Nick dari pada siapapun, Son. Karena itu aku bisa ngomong seperti ini.”
“Masa bodoh dengan perasaannya. Begini saja bilang sama temenmu itu, dimana perasaannya saat dia nulis surat itu padaku? Saat dia jadikan aku objek eksperimen cintanya dan buat aku menangisi sesuatu yang tak perlu. Apa dia merasa bersalah? So what the hell.”
“Sonia,..”

Ini adalah kedua kalinya aku meninggalkan cowok itu dengan rasa kesal tingkat dewa. Aku paling benci jika ada orang yang mencampuri hidupku, apalagi orang yang sok tahu dengan perasaanku. Ingin rasanya menangis sekeras-kerasnya saat dia mengingatkan kembali semuanya tentang masa itu.

Ini sangat memuakkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar