BAB 2
Gara-gara membalas pertanyaan pasien semalaman, jadi
telat deh masuk kelas. Ini adalah pertama kali aku harus berurusan dengan BK.
Aku sama sekali belum siap menjawab dan memberikan argumenku, mengapa aku bisa
terlambat. Tadinya kukira akan ditanya, “kenapa bisa terlambat?” eh tak tahunya
aku malah ditanya, “tadi malam tidur jam berapa?”
Kelihatan banget ya kantung mataku?
“Jam 3 pagi, Bu. Sakit giginya kambuh ga bisa tidur,”
jawabku ngeles.
“Oh…,” kata Bu Rahma, seakan tidak percaya dengan
jawabanku.
“Terus bagaimana, Bu? Boleh saya masuk kelas?”
“Ya, silahkan. Why not?”
“Saya tidak dihukum?”
“Ya. Hanya point saja kok.”
“Beneran boleh masuk?”
Bu Rahma hanya mengangguk dan tersenyum membuatku
semakin bertanya-tanya dikuadratkan dengan tanda tanya. Aku semakin dipaksa
untuk lebih mengoreksi kesalahanku. Padahal aku berharap diberi hukuman dan aku
tidak terbebani seperti ini.
Di kelas, kulihat Mia senyum-senyum seperti kucing
habis makan ikan segar. Aku tak ingin menebak-nebak lagi apa yang membuatnya
sebegitu berseri-seri seperti ubur-ubur. Pak Willy memintaku duduk setelah
membaca surat yang kubawa dari BK.
“Tumben lu bisa terlambat juga hehe,” kata Mia
menertawakanku.
“Banyak pasien yang ikutan gila sama sepertimu dan aku
lembur membalasnya tadi malam. Gila bener deh dunia ini.”
“Sonia, jika belum siap belajar keluar saja!” kata Pak
Willy merasa terganggu dengan obrolanku sama Mia.
Apes banget hari ini.
Gara-gara telat, terus ngobrol dengan Mia, sekarang
malah diminta Pak Willy nyusun persamaan Differensial lagi. Bisa terlambat lagi
masuk kelas sastra deh. Di sekolah ini, satu-satunya pelajaran yang paling
kusukai adalah ekskul kelas sastra walau sekarang ini aku sudah jarang nulis.
Beneran kan terlambat?
Aku mengetuk pintu kelas dengan perasaan serba salah.
“Masuk,” seru
Bu Ida pembina kelas sastra.
“Maaf saya terlambat, Bu.”
Seperti di sambar petir rasanya saat melihat cowok itu
–Nick: maksudnya- sudah ada juga di kelas sastra. Mau apa dia? Dia melihatku
tanpa berkedip dan membuatku salting 7phiD (baca aja tujuh keliling).
Gabrukkk
Jiah… malu banget saya. Gara-gara memperhatikannya,
aku malah menabrak Bu Ida yang jelas-jelas duduk di kursinya. Kok bisa gitu?
Seisi kelas gemuruh menertawakanku. Ya Tuhan, mengapa setiap kali ketemu dia
aku jadi begitu sial banget sih.
“Sonia, kamu baik-baik saja,” Bu Ida membantuku
berdiri dan aku berusaha merapikan tubuhku.
“Maaf, Bu.”
“Sonia sedang galau, Bu,” kata Mia disusul tawa riuh
seisi kelas.
Sejak kapan Mia ikutan kelas sastra? Bukankah dia
benci banget hal-hal tentang sastra?
Ini pasti mimpi buruk yang paling mengerikan. Ingin
rasanya menangis dan mengujat dunia ini. Tapi sepertinya ada yang beda dengan
Nick. Dia terlihat dingin dan tidak bersemangat tidak seperti saat kutemui di
Kemsas. Apa mungkin pacarnya tidak tertolong ya? Ih, kenapa aku malah
berpikiran jahat seperti ini sih?
“Sudah, sudah. Sonia kamu cari tempat dudukmu,” kata
Bu Ida berusaha menenangkan siswa dan tidak ingin membuatku lebih merasa malu.
“Ok, kita ulang materi yang tadi kita bahas tolong diperhatikan lagi penggalan
berikut.”
Penggalan apa lagi nih?
Aku tidak ingin mendengar apapun sekarang ini, please.
I do
not love thee
So I’ll not deceive thee.
I do love thee,
Yet I’m loth to leave thee.
So I’ll not deceive thee.
I do love thee,
Yet I’m loth to leave thee.
I do
not love thee
Yet joy’s very essence
Comes with thy footstep,
Is complete in thy presence…
Yet joy’s very essence
Comes with thy footstep,
Is complete in thy presence…
Kenapa Bu Ida malah memutar puisi dari John Clare? Ini
sama artinya dengan menggali lagi kubur kenanganku saat bersamanya di Kemsas.
Puisi ini begitu sering kutulis dalam statusku setelah pulang dari Kemsas saat
itu. Jadi dengan kata lain semua yang telah kuanggap hilang dengan jelas
dimunculkan lagi.
“Ok, Sonia sekarang lanjutkan,” kata Bu Ida melihatku
kurang fokus sehingga memintaku melanjutkan penggalan puisi tadi.
Yet when gone, I sigh
And think about thee
Till the stars all die
I do not love thee
Yet thy bright black eyes
Bring to my heart’s soul
Heaven and paradise
I do not love thee
Yet thy handsome ways
Bring me in absence
Almost hopeless days
I cannot hate thee
Yet my love seems debtor
To love thee more
So hating, love thee better.
Seperti diiris-iris hati ini membacakan setiap bait
dari puisi John Clare. Walaupun kukatakan berulang kali jika aku tak lagi
mencintainya, aku tak lagi menyimpan sekeping pun bayangnya dalam hatiku, tapi
semua itu terkesan semu di mataku. Terlebih lagi sekarang dia ada di sini dan
mendengar langsung setiap bait dari hatiku yang sangat ingin kuucapkan di
depannya.
Aku tak mencintaimu
Namun ketika pergi, aku mendesah
Dan berpikir tentang dirimu
Sampai semua bintang lenyap
Namun ketika pergi, aku mendesah
Dan berpikir tentang dirimu
Sampai semua bintang lenyap
“Tepat sekali, wow wonderfull, Sonia. Bagaimana kamu
bisa hafal puisi ini. Ok, siapa yang ingin menanggapi tentang puisi dari John
Clare tadi, Kata Bu Ida bertepuk tangan dan meminta beberapa teman
mendiskusikan tentang puisi tadi.
Tentu saja aku sangat memahami puisi itu. semua
tentangnya kembali hadir sangat jelas. Aku keluar dengan langkah lesu dan tidak
semangat seperti biasanya.
“Apa kabar, Kecil?” sapa seorang cowok dan hanya ada
satu orang yang memanggilku ‘Kecil’. Dia.
Aku meninggalkannya begitu saja. Ada dua alasan
mengapa aku tak ingin bertemu dengannya. Pertama, Mia dan kedua aku tak ingin
tersiksa lagi. Lubang yang pernah dibuat dia di hatiku sangat dalam dan cukup untuk menampung airmataku hingga menjadi
sumur.
Jika seperti ini, pelarianku selalu hanya peran
keduaku. Benar sekali, menjadi Dukun Online. Huaaaaa, aku juga pengen curhat,
tapi sama siapa. Paling tidak aku bisa membaca keluhan lucu mereka.
Yang ini? No, balas nanti saja.
Kalau yang ini? Ya Tuhan, ini sudah pernah kubahas
kenapa ditanyakan lagi. Suerrr, aku tidak bisa konsentrasi membahas semua biang
galau yang konsultasi. Akhirnya aku menutup kembali laptopku dan tergeletak
lemas di ranjangku.
TIRITITTTT…
Ngapain lagi Si Mia telepon malam-malam gini.
“Ya,” kataku malas.
“Lu ga bisa batalin kotrak dong,” kata dia sambil
sesekali terdengar seperti sedang menangis.
Ni anak kumat gilanya kali ya?
“Ngapa lagi?”
“Nick, Son. Nick. Lu ngomong apa sama dia?”
“Bisa ga sih ga bicarain Nick?”
“Hayoo ngaku!”
“Ya ampun, Mia. Kamu kenapa sih? Aku sedang pusing
nih.”
“Gue ga tanya keadaan lu. Bagaimana dia bisa memanggil
lu Angsa Kecil dengan begitu mesra coba? Gue jeles, tahu?”
Jeles?
Kok bisa hayoo?
Perasaan ni anak lebay banget deh.
“Jeles dari Hongkong. Kok bisa kamu jeles ma aku itu
rumusnya dari mana?”
“Habis dianya, gue ajak ngobrol malah tanyain
macem-macem tentang lu siapa yang ga jeles coba. Lu tahu kan gue itu sayang
banget sama dia.”
“Terus kamu jawab apa?”
“Tau ah.”
Sialan dia malah tutup telponnya. Aku membuka FBnya
sapa tau online dan bisa kujelasin semuanya. Seperti dugaanku deh. Aku mencoba
kirim pesan padanya. Dia ga mau membalasnya. Jiah, dia malah matiin chattnya.
Sepertinya dia beneran marah nih. Telepon ga dijawab. Ya udah, deh paling
sebentar lagi buat status galau.
nunyi, bsk kn aku ke ruma mu jam 11,
nah sebelum qta ke ruma mu,
qta mampir di kfc yo ha ha ha
#puasawoymia
nah sebelum qta ke ruma mu,
qta mampir di kfc yo ha ha ha
#puasawoymia
- Zhoey Drewbeibsbieber ayooocuci piring di kfc
- Mia Oktaz
BrandoniZer
ckckkc
oya, gmn sudah kabar tmn mu itu yg pulang kampung? - Zhoey Drewbeibsbieber wkwkwk sebenarnya dia mau ke jawa,ngek pas aku udah mau pulang dia bilang mau ke smd -__________________________________________- *guling" ke afrika
- Mia Oktaz BrandoniZer : makanya itu --"
aku mau kenal sama tmn mu nah ci,
siapa tau bisa jadi anak buah ku hha :D - Zhoey Drewbeibsbieber : wkwkwkwk kagak boleh! ntar kamu gaji pake aqua gelas sama nasi putih --"
- Mia Oktaz BrandoniZer: ih pelit.x
gak jadi deh ckckck
wkwkkwkwkwk
jelly drink minumannya, makanannya nasi kucing udh cukup itu - Zhoey Drewbeibsbieber : wkwkwkwkkw apaan nasi kucing
- Mia Oktaz BrandoniZer : pura2 gak tau nasi kucing nah ckckkck
itu loh nasi yg biasanya kamu makan buat sarapan - Zhoey Drewbeibsbieber : NASI KUNING WOIIIIIII NASI KUNINGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG
- Mia Oktaz BrandoniZer : ih NASIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
KUCINGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG NUNYIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
#cape eh ketiknya, soalnya pke hp --"
masa gak tau sih????? - Edward William White : nasi kucing warna kuning?
- Zhoey Drewbeibsbieber : hahahahahhaha
Nih anak positip stress kali ya. Tadi tersedu-sedu
karena Nick nanyain keadaanku, eh sekarang malah janjian ke rumah temennya
Zhoey dan nanyain temennya? Tapi kok aku bingung sendiri ya dengan perbincangan
mereka. Kok dia ga pake gue lu lagi ya? Dasar Si Mia. Mana dia masih bisa
ngakak lagi. Whoosa deh.
Sudahlah, paling besok juga baikan lagi. Ngakak juga
ikutin perbincangan mereka. Sepertinya memang hanya aku orang yang tidak bisa
sebebas itu berekspresi kecuali saat bersembunyi menjadi Dukun Online. Cacingan
gue. Terkadang harusnya aku yang jeles sama Mia. Dia itu bisa ngungkapin
emosinya tanpa ada yang harus dipendam. Tidak seperti aku yang hanya bisa galau
sendirian.
Sudah ah. Daripada mikirin Mia, mending tidur biar ga
terlambat lagi besok.
What?
Bukankah esok libur?
Kira-kira Nick tadi nanyain aku apaan ya sama Mia?
Huuuuu kenapa sih, dia selalu saja menyiksa hatiku? Kenapa juga dia harus
pindah lagi ke sekolahku saat aku sudah mulai bisa melupakannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar