Selasa, 28 Agustus 2012

SONIA SWAN BAB 7: TIPUS


BAB 7


Apakah benar ada sebuah agenda yang bisa memberikan kita sebuah kesempatan kedua seperti dalam buku ini? Mungkin ini yang dimaksudkan Nick tentang keajaiban itu. Keajaiban agar kekasihnya bisa bertahan hidup. Aku masih belum begitu mengerti hubungan Timur dengan Nick itu bagaimana. Kenapa Timur maksa banget agar aku memberi kesempatan Nick agar tetap dekat denganku. Beberapa hari bersama Timur, sepertinya dia tahu persis yang kurasakan. Bahkan perasaan sensitive seorang cewek pun dia mengerti. Jadi risih sendiri rasanya.

Jika orang lain mungkin beranggapan aku jadian dengannya. Hampir setiap hari dia datang ke rumah. Mama dan papa, juga beranggapan sama jika aku dan Timur memang pacaran. Bagiku tidak semudah itu. Ciuman di kening yang diberikan Nick saat itu masih terasa hangat terutama di hatiku. Hanya saja aku terlalu malu mengakuinya.

“Kamu kenal Nick berapa lama?” tanyaku pada Timur.
“Secara teknis baru saja, tapi secara emosional sangat dekat.”
“Maksudnya?”
“Aku bertemu dia di makam cewe yang sudah meninggal. Aira. Saat itu dia termenung dan terus membersihkan nisannya. Dari sinilah aku tahu jika dia sangat mencintai kekasihnya itu. Sejak saat itu, dia banyak cerita ke aku. Tentang kamu juga.”
“Dia cerita apa saja tentang aku?”
“Katanya kamu lucu. Beneran ya kamu suka nulis?”
“Itu dulu, sekarang tidak lagi.”
“Kenapa?”
“Aku tidak ingin membahasnya,” aku diam dan membolak-balik buku itu lagi. “Timur, aku ingin kamu jelasin semua kesalahpahaman ini sama Mia. Kalau bisa secepatnya. Tadi malam aku buka beberapa status teman, mereka mengira kita jadian dan itu membuat Mia terpuruk.”
“Jangan kawatir. Tujuanku hanya satu kok.”
“Apa?”
“Aku ingin kamu memberi kesempatan pada Nick, dan bisa menjaga Nick dengan sebaik-baiknya.”
“Kamu kok ngomongnya aneh gini sih? Coba tolong jujur padaku, sebenernya hubunganmu dengan Nick itu apa? Saudaraan? Temenan? Atau jangan-jangan itu?”
“Itu apaan?”
“Ya itu.”
“Ngaco ah.”

Kok aku malah merasa bisa terbuka sama dia ya? Seperti mendapatkan sahabat dekat.

Hari pertamaku masuk sekolah, semua terasa asing. Aku sudah tertinggal banyak di semua materi pelajaran. Duduk sendiri dengan wajah pucat dan sesekali keringat dingin mengucur membuatku tak nyaman berada di antara teman-teman sekelasku. Sebagian menyarankan agar aku isrirahat dulu saja setelah melihat kondisiku.

Mia masuk sedikit terlambat. Dia hanya melihatku sekilas lalu kembali ke bangkunya. Sakit banget rasanya saat dia mengabaikanku. Padahal banyak hal yang ingin kuceritakan kepadanya. Bahkan jika dia mau, aku akan berbagi admin Dukun Online dengannya.

Hari ini datang seorang guru Biologi baru yang usianya masih muda banget hingga jika mau memanggilnya Bu, kok rasanya lucu. Namanya Bu Sinta, cantik dan anggun sekali. Semua siswa cowok terkesan overeacting di depannya. Mereka menanyakan banyak hal yang kurasa sebenarnya tidak perlu ditanyakan. Ya, khas anak muda banget pokoknya.

Hal aneh yang kulihat adalah apa yang ada di pikiran Timur. Dia sama sekali tidak tertarik untuk mencari tahu atau bertanya apapun ada guru baru itu. Bahkan menurutku sikapnya lebih dingin dari sikap Nick. Apa di Gay ya? Ih konyol banget isi otakku.

“Are you ok?” tanya Bu Sinta, melihatku tertunduk tidak fokus ke papan tulis.
“I’m sorry, I feel not good today.”
“You can absent.”
“I’m fine.”

Apes banget nih. Sok-sok banget guru biologi ngajak ngomongnya pakai Bahasa Inggris, mana aku ga bawa kamus lagi. Bu Sinta, kesannya kok galak ya? Dia melihat Timur dengan serius. Sepertinya mereka saling kenal.

Akhirnya aku tak tahan juga tinggal di kelas dan memilih ijin ke UKS. Tepat diperjalanan, aku berpapasan dengan Nick. Dia memperhatikan diriku yang menyedihkan dengan keringat dingin membasahi bajuku. Untung saja tadi aku memakai jaket.

“Kenapa masuk jika masih belum sembuh?” sapa Nick sambil mengulurkan sapu tangan dari sakunya.

Aku mengabaikannya.

Sebenarnya aku tidak ingin mengabaikannya. Untuk apa juga dia mengikutiku ke UKS? Untunglah Webe memanggilnya ke lapangan sepakbola bersiap pelajaran olahraga. Ya Tuhan, Nick ternyata ganteng banget jika pakai baju olahraga seperti itu. pengen teriak-teriak rasanya, tapi masih lemes.

“Sonia, nanti aku nyusul,” teriak dia dari kejauhan.

Sendirian di UKS juga tidak begitu menyenangkan. Terlintas kembali sikap Timur yang dingin dan tatapan Bu Sinta padanya yang tidak wajar membuatku bertanya-tanya. Tapi untuk apa?

“Sonia, aku sudah catatkan semua yang belum sempat kamu catat,” kata Mia membuyarkan lamunanku karena tiba-tiba saja dia sudah ada di depan pintu.
“Mia?”
“Kenapa kangen?”
“Iya.”
“Maaf ya kemarin ga sempat jenguk kamu.”
“Tumben ga pakai gue lu lagi?”
“Lupakan. Bagaimana keadaanmu? Masih sering pengen muntah?”
“Kamu pernah kena Tipus?”
“Yang aku baca sih, tipus itu semacam sariawan di lambung. Jadi hati-hati saja dengan yang kamu makan.”
“Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Timur, Mia. Kuharap kamu tidak mendengarkan gossip yang tidak benar itu.”
“Aku sudah lupakan tentang Timur. Kemarin Nick menemuiku dan memintaku mengajarinya membuat Origami Burung Kertas. Aku tahu dia ingin memberikannya padamu. Sudah kamu terima?”
“Ternyata kamu yang mengajarinya ya. Sudah. Dulu dia buatnya kaya kodok.”
“Sedih gue liat lu kaya gini, Son.”
“Kangen aku dengan cara ngomongmu yang kaya gini, Mia. Hehe…”

Akhirnya aku bisa bercanda dancurhat bareng lagi dengannya. Aku tak ingin kehilangan sahabat seperti dia lagi hanya karena kesalahpahaman masalah cowok. Bagiku sahabat lebih penting dari pada pacar. Seandainya akan punya atau suatu saat putus dengan pacar pasti ceritanya hanya pada sahabat kan.

Pulang sekolah, papa terlambat menjemput. Mana hape tidak diangkat lagi saat ditelepon. Masa aku harus nunggu sendirian dengan kondisi badan yang seperti ini.

Sebuah kendaraan tiba-tiba berhenti di depanku. Awalnya kukira itu Timur atau Nick karena dari tadi aku tidak melihat mereka, ternyata Bu Sinta. Mau apa dia?

“Kenapa masih belum pulang?” tanya Bu Sinta turun dari motornya.
“Nunggu Papa, Bu.”
“Mau kuantar?”
“Ga usah, Bu. Ngerepotin.”
“Tidak apa-apa. Aku kawatir dengan kondisimu. Kamu Sonia kan?”
“Iya. Maaf tadi tidak bisa ikut pelajaran perdana Bu Sinta.”
“Ayolah. Rumahmu dimana?”
“Ga usah, Bu. Takut nanti papa malah cari aku di sekolah.”
“Kalau begitu biar saya temani.”

Ternyata Bu Sinta baik hati juga. Tadinya kukira dia guru yang judes dan killer dari penampilannya yang dingin. Dia memulai pembicaraan dengan perkenalan.

“Sudah lama kenal Timur?” tanya Bu Sinta membuatku kaget dan tidak menduga dia akan bertanya hal ini.
“Bu Sinta kenal Timur?” tanyaku balik.
Dia hanya tersenyum. “Dulu timur adalah murid privateku sebelum kecelakaan.”
“Kecelakaan?”
“Ya, sekitar setengah tahun yang lalu. Dan setelah itu dia tidak ingat segalanya.”

Amnesia maksudnya?

Aku semakin yakin ada hubungan khusus di antara mereka berdua. Mungkin karena itu tadi di kelas Bu Sinta melihat Timur dengan tatapan lain. Aku semakin penasaran dengan jati diri Timur yang mendadak saja masuk dalam kehidupanku dan memaksaku memberi Nick kesempatan, padahal kenal aku saja tidak.

“Bu Sinta kenal Nick?” tanyaku mencoba menghubungkan masalah Timur dengan Nick.
“Nick siapa?”
“Nick anak IPA 5, sahabat Timur.”
“Setahuku Timur itu tertutup dan tidak mempunyai sahabat. Coba besok kutanyakan pada mamanya tentang hal ini.”
“Bisa tolong ceritakan tentang Timur pada saya?”
“Bukankah kalian pacaran?”
“Aduh, Bu. Itu mah gossip. Udah ah, males bahas tentang gossip itu. Aku juga tidak tahu Timur itu kenal aku dari mana, mungkin dari Nick. Tapi kalau menurut Bu Sinta tadi Timur ga punya sahabat, impossible dia kenal aku dan sengaja datang ke toko buku waktu itu.”
“Well, itu kamu sudah dijemput. Cerita tentang Timur kita lanjutkan besok saja ya. Oh ya, Sonia. Jangan banyak capek, Tipus itu mudah kambuh. Istirahat dulu yang banyak ya.”

Bener-bener perfect banget Bu Sinta itu. cantik, anggun dan pintar. Saat papa memintaku masuk mobil dan minta maaf dengan alasan yang so classic, malah membuatku semakin kesal saja rasanya. Bayangin deh, sakit, nunggu lama, bĂȘte, alasannya sepele. “Lupa cas hape, sayang.”

Diem lebih enak deh.

Selama perjalanan, pertanyaan-pertanyaan tentang Timur gentayutan seperti monyet. Sangat mengganggu setelah semua cerita Bu Sinta yang masih ngambang itu seperti memberi pupuk urea agar pertanyaan itu tumbuh dengan suburnya. Ralat: pupuk kandang, karena sekarang aku semakin muak dengan baunya. Muak sekali mengapa setelah Nickolodeon datang dengan sukses menjajah kembali hatiku dengan perasaan galau, muncul Timur dengan tanpa alasan sok kenal maksa aku memberi kesempatan pada Nick.

Coba cari aturan rantainya.

Tidak ketemu.

Saat ini aku juga sedang malas memikirkan persamaan diferensial yang kuyakin hanya akn menambah rasa sialku.

“Tadi papa mampir beliin obat cacing untukmu, Nia,” kata papa membuatku pengen muntah.

Cacingan banget hidup gue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar